Ketika catatan pun bercerita
Pendakian semeru 3-8 Juli 2012
Oleh Eli (PLM XXV)
Alasan
saya masuk palmae sebenarnya sangat sederhana, yaitu “ingin mendaki gunung
semeru”. Keinginan itu muncul saat saya masih duduk di bangku sma, kelas 3.
Gara-gara saya membaca buku “5 cm” yang entah kenapa menurut saya quote-quote
dalam buku itu cukup bagus dan menginspirasi, meski cerita yang ditawarkan
hanya tentang persahabatan dan perjalanan. Karena itulah saya putuskan kuliah
nanti saya ingin masuk mapala..
***
Waktu
terus berlalu, tak terasa sudah 4,5
tahun saya di palmae. Tapi kok belum pernah ke semeru juga. Hahaha itu semua
karena selalu saja ada alasan yang membuat rencana perjalanan ke semeru kandas
di tengah jalan. Tiba-tiba hingga suatu saat ketua palmae yang terbaru, yaitu
JONO, mencetuskan ide perjalanan ke
semeru. Kabar itu sudah diberitahukan h-sebulan dari tanggal perjalanan yang
telah ditetapkan, dengan harapan kami bisa mempersiapkan fisik dan mental. Seperti
biasa selalu saja ada rintangan pra perjalanan, seperti jadwal latihan fisik
rutin yang tidak bisa berjalan dengan lancar, banyaknya peminat tapi hanya segelintir
orang yang bisa ikut, persiapan logistik alat, makanan, dan transportasi yang
baru direncanakan terlalu mepet, dan lain sebagainya..
Jono
tak menyerah. Ia yakin sekali ingin melakukan perjalanan ini. Meski orangnya
sedikit. Hingga akhirnya terkumpulah 7 orang, yaitu Jono, saya (Eli), Devi,
Febri, Juan, dan satu anak palawa,yaitu Anchor, serta satu orang pengembara,
yaitu Limpunk yang tak seberapa. Kami membagi tugas masing-masing. Jono sebagai
leader sekalian mempersiapakan logistik alat, saya mempersiapkan logistik
makanan, Devi mempersiapkan alat makan dan masaknya, Febri sebagai bendahara
perjalanan dan sie transportasi, Juan
sebagai sie dokumentasi, Anchor dan Limpunk sebagai fotografer lepas.
Dan
perjalanan kami dimulai dari membeli tiket kereta. Membeli tiket kereta ekonomi
ke surabaya memang sudah tak semudah dahulu kala. Kalau kami tak memesan dari
jauh hari maka semua bangku kereta sudah penuh. Dan kami kehabisan tiket untuk
tanggal 2 Juli 2012. Sehingga kami menunda perjalanan sampai tanggal 3 juli.
Ada hikmahnya kami tak dapat tiket kereta. Karena kami mendapat kabar bahwa ada
tambahan peserta yang ingin ikut, yaitu Kacak, Erwin, dan Hengki. Akhirnya mereka memutuskan untuk ikut setelah
sekian lama mengalami kegalauan. Dan perjalanan pun di bagi menjadi 2 grup.
Grup pertama yaitu 7 orang yang sudah terlanjur membeli tiket kereta untuk tanggal
3 juli dan grup kedua 3 orang yang nanti nya akan naik bis menuju surabaya.
Kami berangkat pada hari yang sama hanya saja yang naik kereta berangkat
beberapa jam lebih dulu sesuai jadwal keretanya.
***
Catatan perjalanan saya pun
dimulai.
3 Juli 2012
21.46
wib
Kami
naik kereta Gaya Baru Malam dari lempuyangan seharga Rp 33.500,-/orang. Karena
kami terlambat membeli tiket, alhasil kami pun terpaksa duduk berpencar. Saya
duduk bersama Devi. Kereta nya sangat penuh. Duduk berpencar dengan kondisi
kereta yang penuh dan membawa carrier tenyata tidak enak sekali. Ribet menurut
saya. Yah tapi itulah pengalaman. (note: kalau mau naik kereta ekonomi yang
peminatnya banyak sebaiknya beli tiket jauh-jauh hari sehingga bisa mesen
tempat duduk agar tak terpencar). Di tempat duduk di depan saya ada adek kecil
yang sedang tidur pulas,,lucu sekali.
4 juli 2012
02.45
wib
Kereta
tiba di Wonokromo, Surabaya. Tapi kami tidak turun disini.
02.55
wib
Kami
tiba di gubeng. Stasiun gubeng dini hari sangat tenang dan sepi. Sampai-sampai
muter cari toilet pun masih pada tutup.
05.56
wib
Masih
di stasiun gubeng. Sambil menunggu kereta ke malang saya dan Devi ngecharge hp
gratis di stasiun. Tak lama kemudian kami
melihat adanya keramaian saat sebuah kereta entah apa namanya berhenti.
Ada kerumunan dan kameraman. Hm.. tenyata ada Anang Ashanty baru turun dari
kereta..hahaha, menurut saya ga penting.
07.46
wib
Akhirnya
kami melanjutkan perjalanan menuju malang. Kami menaiki kerata Panataran
seharga 4000 rupiah saja per orang. Kali ini kami duduk bersama. Meski khusus untuk
Febri dan Limpunk kami beri tempat duduk khusus yang sedikit terpisah,,hehe.. Tempat
duduk yang berhadapan membuat kami bisa berbincang-bincang. Kebetulan juga ada
ibu dan anak yang duduk bersama kami. Alhasil, kami bermain bersama anak nya,
yaitu Abel. Anak perempuan cantik yang suka banget sama Cici (boneka blasteran
kambing dan kelinci yang suka saya ajak jalan-jalan).
10.47
wib
Kami
turun di stasiun malang kotabaru. Kata devi, si Abel sampai nangis waktu kami
turun dari kereta. Pasti sedih karena Cici nya terpaksa saya bawa.
10.56
wib
Kami
mencarter angkot AMG seharga Rp 10.000,-/orang sampai Tumpang. Dan kami pun
duduk berdesak-desakan. Tak ada ruang gerak untuk berekspresi.hahaha
11.00
wib
Angkot
pun mulai berangkat. Kami akan menjemput Kacak, Hengki, dan Ewin di terminal
arjosari.
11.28
wib
Kami
sampai di arjosari. Akhirnya kedua grup dapat berkumpul. Anggota kami pun
lengkap 10 orang kini. Tetapi angkot semakin sesak saja.hahaha
11.33 wib
Kami
berangkat ke tumpang.
12.18
wib
Kami
sampai di tumpang. Disini kami persiapan fotokopi-fotokopi ktp atau ktm dan
surat sehat bagi yang belum fotokopi. Dari sini kami akan naik jeep menuju
ranupane. Ongkos jeep tiap orang kali ini Rp 35.000,-
13.07
wib
Kami
berangkat naik jeep. Di dalam jeep berisi 15 orang. 10 orang anggota kami. 3
orang datang dari surabaya. Dan 1 orang supir serta anaknya.
13.15
wib
Kami
berhenti untuk mengurus perizinan pendakian.
13.42
wib
Perizinan selesai. Dan kami pun meneruskan
perjalanan menuju ranupane.
15.33
wib
Sesampai
di ranupane, jono kembali mengurus perizinan atau entah apa. Lalu kami
beristirahat di warung makan sekalian makan siang. Ranupane indah tetapi penuh
debu. Dari sini saya mulai deg-degan. Selama ini saya memang tak berniat
mencari informasi tentang semeru. Sebab saya merasa akan menjadi paranoid bila
sudah tersugesti catatan-catatan perjalanan orang lain atau berita-berita
tentang gunung ini. Banyak orang bilang semeru itu indah tetapi sulit. Haha,
saya sedikit takut sebenarnya. Tetapi jalani sajalah. Saya bertemu dengan Nana,
anak malang yang suka naik gunung meski bukan mapala. Dia sudah beberapa kali ke semeru, hanya saja
belum pernah sampai mahameru. Dia bercerita sebenarnya tak terlalu sulit. Hanya
butuh fisik dan mental yang kuat.
16.59
wib
Kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ranukumbolo. Perjalanan menuju
ranukumbolo terdiri dari 4 pos. Petang hari di semeru terasa mistis menurut
saya. Medan menuju ranukumbolo pun tak terlalu menanjak hanya terasa panjang.
Dingin yang sangat-sangat menusuk membuat saya berpikir semeru adalah gunung
terdingin yang pernah saya daki.
18.30
wib
Kami
baru sampai di pos 1. Malam di sini indah sekali. Bintang, awan, dan bulan
purnama sepertinya. Kami beristirahat sebentar di pos 1. Dan tenyata di pos
inilah kami bertemu kembali dengan 3 orang dari surabaya yang berangkat bersama
naik jeep tadi sore. Mereka memutuskan untuk ngecamp di pos satu. Sepertinya
mereka memang ingin bersantai-santai.
18.53
wib
Kami
kembali berjalan. Perjalanan kami diterangi cahaya bulan dengan udara khas
musim kemarau yang menusuk kulit.
19.18
wib
Sampailah
di pos 2. Kami kembali istirahat sebentar. Dan perut saya sangat lapar.
19.31
wib
Kami
melanjutkan perjalanan.
21.00
wib
Kami
tiba di pos 3. Di pos ini kami memutuskan untuk memasak. Atap bangunan pos ini
sudah setengah roboh, sehingga kami harus menunduk-nunduk untuk masuk ke dalam
pos. Tapi itu menguntungkan bagi kami karena atap yang roboh sedikit
menghalangi angin masuk sehingga udara menjadi sedikit lebih hangat. Kami
memutuskan untuk memasak. Menu malam in adalah sayur asem, sambel teri, dan
kering tempe.
5 Juli 2012
00.00
wib
Ternyata
memasak memakan waktu yang cukup lama. Sepertinya hari sudah semakin larut dan
jujur saja saya sudah tidak ada niat sama sekali untuk meneruskan perjalanan.
Setelah berembug bersama akhirnya kami tidak meneruskan perjalanan hari itu.
Kami memasang tiga tenda, yaitu dua tenda di luar pos dan satu tenda
di dalam pos. Saya tidur di tenda luar. Agar tidur saya
nyenyak dan merasa hangat saya pun memakai dua jaket tebal yang saya
bawa,celana berlapis-lapis juga saya gunakan. Baru setelah itu saya selimuti
dengan sleeping bag. Ternyata cukup efektif kawan, meski efeknya sedikit sesak
napas.hehehe. Akhirnya kami pun pergi tidur.
05.00
wib
Saya
terbagun karena panggilan alam. Ternyata bukan hanya saya saja, Devi pun
merasakan hal yang sama. Hehehe, klop lah kami. Sayang sepertinya dinginnya
semeru tidak cocok untuk Devi. Dia merasa tidak enak badan dan sedikit
muntah-muntah pagi ini. Lalu saya kerokin Devi. Dan setelah itu kami mulai
memasak untuk sarapan. Kali ini menunya hanya mie dan nasi goreng sepertinya.
07.19
wib
Kami
melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Kali
ini medannya lebih banyak turunan. Kami terus berjalan dan berjalan. Hingga
setelah lama kemudian saya melihat ranu kumbolo di kejauhan. Ahh.. harapan.
Saya sungguh merasa senang saat itu. Jono, saya dan Juan berada pada barisan
terdepan. Kami hanya melewati pos 4 dan tidak berniat untuk beristirahat lebih
lama karena ranukumbolo sudah di depan mata. Juan mengambil gambar. Saya
berteriak-teriak. Terlalu excited. Hingga kami pun mendekati ranukumbolo dan
mencicipi airnya. Kami berjalan menyusuri ranukumbolo untuk sampai di tempat
lapang yang sering digunakan untuk mendirikan tenda bagi para pendaki. Meski
hanya menyusuri kami pun sempat salah jalan sehingga harus motong jalan yang
curam. Tapi tak apalah. Itu belum seberapa. Karena saat saya melihat tanjakan
cinta yang terlihat di samping ranukumbolo. Heehehe
10.33
wib
Sampai
lah saya, Jono, dan Juan di depan pos Ranukumbolo. Sambil menunggu yang lain
kami makan snack. Yang kemudian dilanjutkan dengan saya yang rebahan di atas
rumput sekalian berjemur. Sesampai nya
mereka disini kami langsung membuka sesi foto bersama. Puas berfoto. Kami
kembali mengisi perut dengan makanan ringan. Lalu kami memutuskan untuk sikat
gigi karena mumpung ada banyak air (note: jangan sikat gigi di ranukumbolo nya
ya).
12.17
wib
Kami
melanjutkan perjalanan menuju kalimati. Kali ini medannya akan lebih berat.
Yang pertama adalah tanjakan cinta. Banyak rumor tentang tanjakan cinta ini.
Limpunk mengatakan ada yang bilang harus naik dalam satu kali tarikan napas dan
tidak boleh istirahat baru berhasil atau ada juga yang bilang tidak boleh
melihat kebelakang. Haha.. Jodoh ga akan kemana menurut saya, jadi tanjakan
cinta cuma ajang iseng-iseng aja.
12.27
wib
Selesai
melewati tanjakan cinta, kami pun turun menuju oro oro ombo, padang ilalang dan lavender yang luas. Indah.
Selesai melewati oro oro ombo kami istirahat sebentar. Kemudian kami pun
melanjutkan perjalanan. Setelah ini medan yang akan dilalui adalah tanjakan dan
tanjakan. Panas yang menyengat siang itu membuat saya sedikit dehidrasi alias
gampang banget pengen minum. Saya pun terus berjalan dan berjalan mengikuti
yang di depan. Mendekati kali mati jalan setapaknya mulai berpasir dan sudah
tidak menanjak lagi.
16.08
wib
Kacak,
Erwin, Hengki dan saya sampai di kalimati. Jono sudah sampai terlebih dahulu.
Kami pun mendirikan tenda. Yang lainnya menyusul. Dan akhirnya kami
bersiap-siap untuk masak makan malam. Menu kali ini sayur sup, nugget, dan ayam
goreng. Hehe terlihat mewah kan.
20.02
wib
Kami
tidur lebih cepat karena kami harus mendaki ke puncak pada dini hari. Kali ini
saya pun tidur dengan pakaian berlapis disebabkan udara yang sangat dingin
malam itu.
6 Juli 2012
01.00
wib
Saya
bangun. Kami pun bersiap-siap menuju puncak. Kami membawa dua tas yang berisi
logistik makanan dan minuman yang di bawa oleh Hengki dan Kacak. Dan saya pun
berangkat tetap dengan pakaian yang berlapis..hahaha kaya ibu hamil
jadinya.gemuk banget..
01.17
wib
Perjalanpun
dimulai menuju Arcopodo. Medan yang cukup curam dan kurangnya tidur membuat
perut saya bergejolak, mual dan mau muntah. Saya coba isi dengan roti yang di
bawa Kacak ternyata cukup lumayan untuk memberi tenaga dan mencegah
muntah-muntah. Tetapi sesampainya di arcopodo kondisi Devi lah yang pertama
kali drop. Dia kembali muntah-muntah. Kami istirahat di Arcopodo. Devi hampir menyerah.
Dia bilang ingin berhenti sampai sini saja dan menunggu kami disana. Kami
mencoba membujuknya pelan-pelan. Dan akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Tak
lama setelah melewati arcopodo pijakan kami mulai tak stabil karena hanya pasir
yang bisa kami injak. Terlalu berbahaya bila kami menginjak batu karena mudah
sekali terjadi longsor disini.
Belum
sampai setengah perjalanan Devi kembali mengurungkan niatnya untuk melanjutkan
perjalanan. Febri memberi semangat. Semua orang menyemangati. Dan Jono pun
mengeluarkan kata-kata ampuhnya “itu hanya soal mental,mbak. Karena klo fisik
udah pasti g kuat”. Meski begitu, entah apa yang mengalahkan Devi, ia, akhirnya
tidak melanjutkan perjalanan. Ia memutuskan untuk turun bersama seorang pendaki
yang kebetulan ingin turun juga. Satu
anggota kami pun tumbang.
Pasir
menuju mahameru menurut saya tak
semenyeramkan pasir menuju puncak merapi. Karena di semeru kemungkinan rock
fall yang terjadi tak semenghebohkan di merapi. Tetapi perjalanan menuju
mahameru memang memeras fisik dan mental. Fisik, karena jalur yang lebih
panjang dan dua kali melangkah satu kali merosot. Mental, karena sungguh
jalurnya panjang banget, jadi rasanya ga nyampe-nyampe padahal udah naik terus.
Hingga yang menjadi korban berikutnya adalah Febri dan Limpunk. Mereka
memutuskan berhenti di tengah-tengah perjalanan.
Semakin
ke atas medan semakin berat. Tetapi pemandangan di atas sini sangat indah.
Semburat matahari terbit dan perbukitan serta gunung bromo menjadi pemandangan
di depan mata. Kami berharap matahari cepatlah terbit. Agar dingin menghilang.
Saya
terus merangkak (bukan jalan lagi kali ini). Dan tanpa sadar saya melihat Juan
duduk di atas batu di depan saya. Saya
berpikir bagaimana bila batu nya longsor. Dan tak lama kemudian.. Glundung.
Meluncur lah batu tersebut menuju saya. Karena terlalu terpana dan reflek saya
yang sangat minim, dengan bodoh nya saya malah menangkap batu tersebut. Padahal
batu nya cukup besar. Untung semua baik-baik saja. Saya pun di bantu Juan
merangkak ke atas dengan tongkat kayu ajaibnya yang entah ia temukan dari mana.
Tetapi lama kelamaan saya juga akhirnya yang malah mengunakan tongkat tersebut
(hehehe, sorry Ju).
Kali
ini saya berjalan dengan tongkat hasil rampasan. Juan terhenti di bawah. Entah
karena haus atau karena tongkatnya yang saya bawa (sekali lagi sorry Ju). Dan
Jono pun sebagai sang mentalist yang selalu berjalan di depan tiba-tiba
memutuskan untuk berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan. Saat itu matahari
sudah merangkak keatas, sekitar jam 8 atau 9 mungkin. Sehingga yang masih
mencoba melanjutkan perjalanan hanya tersisa Erwin (dengan sendal jepit Eiger
nya yang menurut saya sangat handal sekali digunakan di medan berpasir), Kacak
(berjalan perlahan tapi pasti dengan menggendong carrier berisi air dan snack),
Hengki (bersama daypack nya), saya (yang berjalan dengan 3 kaki sekarang), dan
Anchor yang tiba-tiba ngebut lari-lari menyusul kami setelah menyempatkan tidur
sejenak di bawah).
Hingga
pada satu titik tertentu dimana kami berpacu dengan waktu Kacak pun memutuskan
untuk berhenti. Dan yang menjadi the last warrior adalah Erwin dan Hengki. Saya
hanya mengekor mereka dari belakang. Dan Anchor pun masih mencoba menyusul
kami. Hingga sampailah kami pada titik 100 m sebelum puncak. Saat itu
sepertinya waktu menunjukkan pukul 9.30. 30 menit lagi hingga batas waktu
keluarnya gas beracun atau wedhus gembel di mahameru. Saya ingin sampai puncak,
Erwin dan Hengki pun mungkin berpikiran yang sama. Tetapi saat kami bertanya
pada pendaki yang sudah turun, mereka mengatakan kalau ingin sampai puncak
tidak apa-apa asal 30 menit sudah bisa sampai sana. Tetapi perjalanan masih
cukup jauh. Saat Erwin dan Hengki bertanya apakah saya bisa. Saya agak ragu.
Dan saya pun menjawab ‘enggak’. Kami berpikir. Dengan bijak mereka berdua
memutuskan agar kami turun saja. Kami turun hingga titik tempat Kacak berhenti.
Kami berfoto disana. Anchor sangat antusias mengibarkan bendera Palawa nya. Dan
saya pun akhirnya ikut mengibarkan bendera Palmae. Ah.. ingin sekali sampai
puncak dan menyanyikan lagu syukur.
Kami
pun mulai turun. Jalan berpasir di siang hari ternyata tidak enak. Panas. Haus.
Dan lapar. Saya sudah sangat tidak bertenaga. Saya pun turun dengan sangat
pelan dan berhati-hati (maklum agak parno sama turunan). Setelah berhasil
melewati pasir-pasir kami sempat duduk sebentar dan tak disangka ada beberapa pendaki dari jakarta dan malang
yang salah mengambil jalur turun sehingga mereka terjebak di punggungan yang lain. Kacak dan
Anchor dengan sigap membantu mereka pindah punggungan. Setelah berhasil kami
pun mulai turun kembali.
11.50
wib
Saya
sampai di kalimati. Benar-benar sudah tidak ada tenaga. Selama perjalanan tadi
saya hanya berpikiran ingin makan buah peer yang kemarin di bawa. Jadinya
sesampai di kalimati saya langsung mencari-cari buah tersebut. Devi dan Febri
sedang mencoba memasak capcay untuk makan siang. Karena terlalu lelah saya pun
mencoba tidur. Entah jam berapa saya bangun tetapi setelah itu kami mulai
packing dan siap-siap untuk perjalanan kembali menuju ranukumbolo.
17.05
wib
Kami
turun menuju ranukumbolo. Perjalanan turun kali ini terasa cepat. Karena medan yang
dilalui memang turunan-turunan-turunan-dan tanjakan. Mendekati oro oro ombo,
seperti nya mulai gerimis. Kami mengambil jalan melipir ke kanan dari oro oro
ombo menuju ranukumbolo.
20.15
wib
Ranukumbolo
ramai sekali. seperti pasar malam yang isi nya tenda semua. Atau seperti adegan
di film harry potter saat mereka sedang menonton pertandingan quidditch.
Benar-benar tenda dan tenda dan tenda dan ranu. Saat sesampai di ranukumbolo
saya sempat bingung mencari teman-teman. Tapi untung saja saya melihat Anchor
di kejauhan sedang berbincang dengan seseorang di depan api unggun. Kami pun
mendirikan tenda. Tenda yang kami dirikan tak jauh dari ranukumbolo, hanya satu
meteran di depannya. Setelah itu saya segera menghangatkan badan dan mulai
persiapan masak. Koki kali ini adalah Hengki. Dengan menu oseng teri-telor nya
yang enak dan spagetti. Serta omelet mie dan nasi buatan Anchor yang berasa
nasi rumahan. Menu makan malam kali ini benar-benar enak menurut saya. Makan
sambil melihat pemandangan ranukumbolo. Hm.. memberikan nuansa tersendiri.
Sehabis makan kami hanya duduk-duduk di depan tenda sambil menikmati indahnya
malam di ranukumbolo. Febri yang langsung tertidur di tendanya tidak ikut
bergabung dengan kami. Begitu pula Limpunk, Anchor, dan Devi.
Ranukumbolo
malam. Duduk-duduk di depan tenda, menikmati danau yang tertutup kabut dengan
cahaya rembulan yang bersinar terang sudah melewati masa purnamanya. Senandung
MP3 membuat suasana menjadi sangat nyaman. Kami berbincang mengenai apakah Ari
Lasso benar-benar sudah naik semeru dan mencapai mahameru atau belum dengan
menganalisis lagu Mahameru. Dan kami berkesimpulan sepertinya ‘pernah’. Hm..
sebenarnya saya tak terlalu mengerti. Hehe.. suasana yang menyenangkan dan akan
sangat merindukan meski hanya duduk-duduk. Udara yang sangat dingin pun menjadi
hangat dengan segelas teh agak pahit yang di buat Hengki. Saya pun
menulis-nulis coretan tentang kenangan saat itu. Juan pun sepertinya mencoba
menulis sesuatu. Mencari inspirasi dari ranukumbolo, entah puisi, entah lirik
lagu.
Kami
pun akhirnya memutuskan untuk tidur. Meski saya masih ingin berlama-lama.
7 Juli 2012
06.19
wib
Saya
ingin melihat sunrise di ranukumbolo yang kata orang bagus banget. Tapi saya
pun bangun kesiangan. Saat saya tanyakan ke Devi yang sudah bangun dari tadi,
ia bilang dari tadi pagi memang tak terlihat karena ada kabut. Fuhh.. kami pun
tidak bisa menyaksikan keindahan sunrise di ranukumbolo. Tetapi ranukumbolo
dengan kabutnya tetap terlihat indah pagi ini.
Setelah
selesai dengan rutinitas pagi hari, saya, Devi, Jono, dan Juan mencoba memasak
sarapan. Menu nya adalah semur telor pedas. Lalu tiba-tiba saya mendengar Kacak
ingin berfoto di oro oro ombo. Saya
tertarik untuk ikut. Akhirnya Devi, saya, Febri, Kacak, dan sang fotografer
alay bebas yaitu Erwin pergi ke oro oro ombo.
Saya,
Devi dan Febri sudah berniat untuk berfoto dengan kostum. Seperti waktu kami
bertiga naik lawu, kami berfoto dengan kebaya di puncaknya. Dan berhubung kami
tak berhasil ke puncak kali ini dan tak mungkin sempat berfoto disana
menggunakan kostum, kami pun memilih untuk melakukan sesi foto di oro oro ombo
dan ranukumbolo saja. Tema kali ini adalah ‘gypsi’, yaitu rok, ikat kepala, dan
asesoris kalung yang ramai. Hehe, sebenernya agak malu juga. Tapi tak apalah
sekali-sekali. Kacak dan Erwin pun sempat terheran-heran dengan tingkah laku
kami. Apalagi bagi para pendaki lainnya. Setelah puas berfoto di oro-oro ombo.
Kami melanjutkan sesi foto di ranukumbolo. Hehe bener-bener dilihatin orang
kayaknya. Tapi kami akhirnya cuek saja.
Selesai
foto-foto dan makan siang, kami mulai bersiap packing.
14.18
wib
Kami
meninggalkan ranukumbolo. Sebelumnya kami sempat berfoto-foto bersama dahulu
setelah packing selesai. Saya ingin sekali bernyanyi syukur. Tetapi yang lain
tidak mau, mungkin karena malu Huhu.. ya sudahlah. Melihat ranukumbolo hingga
detik-detik terakhir. Membuat saya ingin kembali lagi suatu saat nanti. Indah.
Ingin sekali garden wedding disana (hahaha itu mimpi saya yang baru).
Perjalanan
dari ranukumbolo menuju ranupane tak bisa dikatakan turun gunung, karena
perjalanan yang cenderung datar dan panjang serta lebih banyak tanjakan kecil.
Benar-benar menjadi sangat melelahkan.
15.30
wib
Saya
sampai di pos 3. Sampai disini saya masih berjalan bersama Devi. Hingga entah
dari mana tiba-tiba saya pun berjalan sendirian akhirnya. Perjalanan sendirian
menuju ranupane petang hari terasa menyeramkan. Saya sempat berpikir aneh-aneh.
Dan saya pun tak berani untuk berhenti karena hari sudah mulai gelap. Pilihan
saya hanya terus berjalan meski kaki agak sakit. Saya berharap yang dibelakang
berhasil menyusul atau yang di depan berjalan lebih pelan. Hingga akhirnya saya
melihat Jono dan Juan di kejauhan. Mereka sudah berada di depan. Meski mereka
berjalan lebih cepat dan berada jauh di depan. Tetapi kehadiran mereka sudah
membuat tenang. Saya pun terus berusaha mengejar mereka. Hingga saya berhasil
keluar dari hutan dan menuju perkebunan. Kami sempat berhenti di gerbang
selamat datang. Saat itu hari sudah gelap. Juan dan Jono kembali meneruskan
perjalanan menuju ranupane melewati jalan aspal. Begitu juga saya. Tetapi
berhubung jalan saya yang lambat. Kembali lagi saya jalan sendirian. Tak lama
kemudian mendekati ranupane ada bapak-bapak yang sedang naik motor bersama
temannya menyapa saya dan memberikan sebuah jeruk dan menyemangati. Saya
terharu.
17.52
wib
Saya
sampai di ranupane. Disini saya langsung melepas sepatu dan menggantinya dengan
sendal gunung. Kakipun sudah menjadi kapalan dikarenakan perjalanan tadi. Kami
beristirahat di warung makan tempat kami makan sebelumnya. Menghabiskan makan
malam sambil menunggu yang lainnya datang. Ternyata yang berada di belakang
saya adalah Erwin, kemudian diikuti oleh Devi dan Hengki, dan lalu Febri,
Limpunk serta Anchor.
18.50
wib
Kami
turun ke tumpang menggunakan jeep
dengan ongkos Rp 42.000,-/orang. Jeep kali ini lebih
tertutup. Sehingga kami harus duduk berdempet-dempetan dan berpangku-pangkuan.
Saya duduk di depan bersama Devi dan memangku Febri. Di belakang sepertinya
Limpunk yang menjadi korban harus di pangku. Mas supir jeep nya bilang kalau
ada yang mau di atas jeep juga tidak apa-apa. Tapi udara di luar super dingin.
Saya rasa sebaiknya semua di dalam jeep saja. Tak lama kemudian Achor pun
memutuskan duduk di atas jeep saja, karena ternyata ia mudah sekali mabuk
perjalanan yang menggunakan mobil. Anchor menjadi superhero bagi kami.
20.47
wib
Kami
pun sampai tumpang dengan selamat. Kemudian Febri dan Jono mencari angkot menuju
terminal arjosari. Kemudian kami naik angkot TA seharga 7000 rupiah per orang.
22.05
wib
Sampailah
kami di terminal arjosari. Disini kami mencarter minibus seharga Rp 15.000,- /
orang menuju surabaya bungurasih. Semua orang sudah terlihat lelah.
8 Juli 2012
00.12
wib
Kami
tiba di terminal bungurasih. Perjalanan kami ke semeru pun berakhir. Kedua grup
kembali terpisah. Kacak, Hengki dan Erwin langsung pulang ke Jogja. Dan saya,
Febri, Devi, Jono, Juan, Limpunk, serta Anchor masih melanjutkan perjalanan di
kota surabaya dan madura.
***
Ini
hanyalah sepenggal catatan perjalanan yang saya buat. Tiap orang pasti memiliki
cerita nya masing-masing. Dan memiliki Gunungnya masing-masing. Dan Akhirnya
mimpi saya pun terwujud, meski belum selesai, karena mahameru masih menunggu
disana. Ah,,saya ingin kembali lagi kesana suatu saat nanti dengan perjalanan
yang lebih santai, mencapai puncak mahameru, dan menyanyikan lagu syukur
disana. Yah,,mungkin tidak sekarang. Mungkin setelah saya lulus nanti. Hm.. Berbicara soal lulus, tidak
semua mapala lulus nya lama, dan mapala tidak selalu identik dengan mahasiswa
abadi. Sebab saya rasa lulus adalah sebuah pilihan. Dan pilihan saya adalah
‘mendaki semeru dan kemudian lulus’. Amin. Semangat berkegiatan kawan.....
-fin-
Perjalanan ini
dilakukan oleh
Jono, Juan, Febri,
Devi, Kacak, Erwin, Hengki, Limpunk, Anchor, dan Saya sendiri.